SEJARAH SINGKAT GEREJA KRISTUS TUHAN
PENDAHULUAN
Menyibak kembali sejarah perjalanan Gereja sejak peristiwa Pentakosta di Yerusalem lebih kurang 2000 tahun silam, perjalanan panjang menelusuri jaman dengan berbagai hambatan, harapan dan perjuangan iman, gereja bertumbuh diseluruh dunia sebagai hasil dari pemberitaan Injil memenuhi panggilan Amanat Agung Tuhan Yesus ( Matius 28 : 19 – 20 )
Mendengar berita Injil adalah hak setiap orang / suku dan bangsa demikian juga respon menerima maupun menolak Injil. Suasana pemberitaan Injil yang Universal tersebut juga menjangkau etnis Tionghoa, banyak orang Tionghoa yang menerima Injil dan menyambut Yesus sebagai Juru Selamat mereka, sementara sebagian besar lainnya masih terkungkung oleh kepercayaan lama yang dianut turun temurun, sebagian lagi terjerumus kedalam pikiran atheis. Bagi orang Kristen Tionghoa memberitakan Injil merupakan tugas panggilan mulia, yang harus dilaksanakan khususnya dikalangan etnis mereka.
Pekabaran Injil dan pengembangan gereja Tionghoa di Indonesia tidak lepas dari peranan orang orang Kristen Tionghoa peranakan maupun totok (yang datang dari Tiongkok) bekerjasama denga Sending Methodist America dan Sending Belanda (NZV) . Beberapa upaya penginjilan telah dilakukan mulai abad ke-19 yakni oleh Medhurst (1826), Mary Alderey (1837) keduanya dari lembaga Penginjilan London, kemudian Kreemer (1896) melayani orang Tionghoa di Jawa Timur.
PERINTISAN GEREJA TIONGHOA
Pada tahun 1900, kelompok kelompok orang orang Kristen Tionghoa yang datang dari Tiongkok daratan telah mengadakan persekutuan, tujuan mula mula persekutuan tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan rohani pada pendatang tersebut, namun lambat laun persekutuan kecil di rumah rumah berkembang dalam skala yang lebih besar yaitu gereja.
Menurut catatan saudara The Tjik Kie, tokoh perintis gereja Tionghoa di Surabaya adalah : Liem Kiem Hai, Hwang Ho Kie, Ching Yu Pek, Tsang Chian Tse, dan Go Bun Tju. Tahun 1909 Sending Methodist Amerika mulai penginjilan dikalangan orang Tionghoa di Surabaya. Gereja tersebut mengalami banyak kemajuan sehingga kegiatan ibadah dialihkan ke gedung “San Chiang Kong Sie” di jalan Cantikan Surabaya (1912). Tahun 1914 Gereja Methodis Singapore mengutus Pdt. Dong Hong Sik (saat itu masih Penginjil). Kebaktian diadakan dalam bahasa Fu Kian (Amoy) dan bahasa Kwang Tung (Canton) kemudian muncul bahasa Hok Tjiu (1922) dan bahasa Hing Hwa (1937). Melihat perkembangan yang semakin besar , maka Rev. Harry Belson Mansell memprakasai pengadaan gedung gereja yang tetap, rencana tersebut telah dimusyawarahkan dengan Rev.William Thomas Cherry di Jakarta. Usaha pengumpulan dana dilakukan akhirnya mereka dapat mendirikan gedung gereja dijalan Bakmi (sekarang jalan Samudra 49 – 51) yang pada saat itu dikenal dengan gereja Sambongan . Tahun 1917, Koo Twan Tjing (seorang Tokoh GKT) tiba di Surabaya, beliau bergabung dengan gereja Surabaya yang saat Itu telah mencapai lebih kurang 100 orang anggota.
Jemaat Sambongan memang merupakan Gereja Methodist , tetapi ada sebagian anggotanya berlatar belakang Presbiterian (gereja asal mereka di Tiongkok adalah Reformed Church of America) namun persekutuan dalam Jemaat dapat berjalan dengan baik.
WADAH THKTKH DIBENTUK
Tahun 1921 gereja-gereja Tionghoa membentuk sebuah wadah baru dengan nama Tiong Hoa Khie Tok Kauw Hwee ( THKTKH ) di dalam wadah baru ini bergabung dua jemaat yaitu Jemaat Tionghoa Totok dan jemaat Tionghoa berbahasa Melayu yang kini menjadi GKI Jatim. Meskipun dua jemaat tersebut berada dalam satu wadah namun dalam kegiatan mereka memiliki otonomi sendiri. Kerjasama dengan Sending Methodist America terputus karena badan Misi tersebut sejak 1928 mengalihkan pelayanan ke Sumatra, sehingga gereja-gereja di Jawa Timur mulai bekerjasama dengan Sending belanda (NZV) . THKTKH diperkuat dengan dikeluarkannya akte pendirian tertanggal 8 Februari 1928, enam tahun kemudian (1934) nama THKTKH diubah menjadi Tiong Hoa Khie Tok Kauw Khoe Hwee (THKTKKH) klasis Jawa Timur, saat Itu THKTKKH belum berbadan hukum, barulah pada tahun 1939 atas prakarsa Ds.H.A.Heidering (NZV) telah diajukan Badan Hukum kepada Pemerintah Hindia Belanda, permohonan itu dikabulkan dengan diterbitkan akte No. 17 Stbl No. 694 tertanggal 7 Desember 1939 untuk Tiong Hoa Khie Tok Kauw Khoe Hwee ( THKTKKH ) Klasis Jawa Timur (Chineesche Christelejke Kerk Classis Oostt Java), yang akhirnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Gereja Kristus Tuhan sampai saat ini.
MASA PENGEMBANGAN THKTKKH
Kebangkitan gereja Tionghoa terjadi sejak Dr. John Sung (dari Gereja Methodist Tiongkok) mengadakan Kebangunan Rohani pada bulan Januari dan September 1939 di Surabaya, saat itu telah terbentuk 30 tim penginjilan rumah ke rumah. Salah seorang yang terpanggil dalam tim penginjilan tersebut adalah Koo Twan Tjhing.
Semangat untuk mengabarkan Injil terus berkobar, banyak gereja telah didirikan, antara lain di Malang, kecuali gereja di belakang pasar (sekarang GKT I) telah didirikan Jemaat berbahasa Hok Tjiu (sekarang GKT III) , GKT Genteng (1944), GKT Jember (1948), GKT Kediri (1950), GKT Probolinggo (1956), GKT Lumajang (1962). Gereja di Denpasar dan Semarang juga bergabung dengan THKTKKH klasis Jawa Timur.
Pada tahun 1956 gereja Tionghoa berbahasa melayu (Indonesia) memisahkan diri menjadi Gereja Kristen Indonesia Jawa Timur, dengan keluarnya Gereja Tionghoa berbahasa Melayu maka nama THKTKKH sepenuhnya menjadi nama Gereja Tionghoa berbahasa Mandarin. Waktu berjalan terus, pelayanan semakin luas, gereja anggota THKTKKH Klasis Jawa Timur bertambah tambah .
Tahun 1968 terjadi peristiwa sejarah baru, nama THKTKKH dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman maka dalam sidang gereja- gereja di Murnajati Lawang nama tersebut diganti dengan Sinode Gereja Kristus Tuhan (GKT) pada sidang tersebut juga disahkan Tata Gereja dan Peraturan khusus GKT, persidangan juga memutuskan untuk mendirikan sebuah sekolah Alkitab, karena kebutuhan tenaga hamba Tuhan semakin meningkat seiring dengan perkembangan pelayanan yang semakin meluas sedangkan tenaga hamba Tuhan yang tersedia pada saat itu sangat terbatas. untuk merealisasikan keputusan tersebut, telah dibentuk Panitia Persiapan terdiri dari : Ev. Khoo Twan Tjing, Sdr. Liem Boen Pien, Sdr. Liong Sing Ngien, Sdri. Tan Tik Han, Sdr. Tjui Bing Tong, Sdr. Hoo So Eng, Sdr. Kwee Boo Kong, Sdr. Go Bing Khie, Pdt. Baring L Yang dan Pdt. Joseph Tong.
Panitia mendapatkan lokasi yang sangat strategis di jalan Argopuro 32 Lawang lokasi tersebut merupakan alternatif pengganti tanah di jalan Tembok Dukuh Surabaya. Institut Alkitab GKT (saat ini menjadi Institut Theologia Aletheia) dibuka pada tanggal 12 Februari 1969 dengan 15 orang siswa dan jabatan rektor pada waktu itu dipercayakan kepada Pdt. Baring L Yang seorang tamatan The Nanking Theological Seminary.
Perjalanan sejarah Gereja Kristus Tuhan tidak selalu mulus, karena sekitar tahun 70-an harus menghadapi berbagai hambatan dalam usaha pengembangannya, disebabkan adanya silang pendapat, sehingga mengakibatkan pemisahan dan perpecahan sebagian jemaat jemaat yang bernaung dibawah Sinode GKT, seperti GKT Hing Hwa Surabaya, GKT Hokciu Surabaya, GKT Amoy Surabaya, GKT Probolinggo, GKT Denpasar- Bali, GKT Lawang, dan GKT II Malang, Pemisahan dan perpecahan tersebut merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam menjalin persatuan dan kesatuan dalam upaya pengembangan gereja.
Sampai tahun 2013 Gereja Kristus Tuan telah memiliki 37 Jemaat dan 15 Pos PI (52 gereja), 6 Sekolah Kristen Aletheia yang tersebar di Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Bima dan Palu. Jumlah Hamba Tuhan 89 orang, terdiri dari 8 orang pendeta emeritus (Pdt. Em), 35 orang pendeta, dan 46 penginjil .
PENUTUP
Melihat perjalanan sejarah GKT, sejak masa perintisan sampai saat ini, berkat pimpinan Tuhan sangat nyata menyertai perubahan perubahan menuju perkembangan gereja. Selanjutnya Gereja Kristus Tuhan kini dihadapkan dengan era globalisasi menuju tahun 2000, dimana untuk mengantisipasi keadaan tersebut diperlukan Visi yang jelas, tepat, disertai kesadaran dan kesediaan jajaran pimpinan dan segenap warga GKT untuk membangun dengan menghimpun potensi yang dimiliki dan mempersembahkannya kembali kepada Tuhan Yesus Kristus, sang Kepala Gereja.